Cara Menulis Biografi yang Menarik dan Inspiratif Pelajaran dari Kisah Nyata yang Hampir Gagal Total
Bagian 1: Awalnya Niat Cuma Nulis Buat Tugas, Eh Malah Keterusan
Waktu pertama kali aku nyemplung ke dunia cara menulis biografi, sebenarnya niatnya nggak terlalu serius. Jujur aja, awalnya cuma karena tugas sekolah anak tetangga yang minta tolong. Dia suruh bikin biografi tokoh favorit. Ya udah, aku bantuin, iseng-iseng aja. Tapi anehnya, pas udah selesai, aku ngerasa ada yang ‘klik’. Ternyata seru juga ya, nulis tentang hidup orang lain.
Nah, dari situ aku mulai nyoba-nyoba sendiri, ngulik lebih dalam tentang cara menulis biografi yang nggak ngebosenin. Karena ternyata, nulis biografi itu gampang-gampang susah. Gampang kalau cuma ngumpulin data dan nulis kronologi. Tapi susah banget kalau pengen bikin tulisan yang bikin orang terharu, tertawa, bahkan terinspirasi. Itu butuh seni.
Satu hal yang aku pelajari sejak awal: cara menulis biografi yang bikin pembaca betah adalah dengan menghidupkan tokohnya. Jangan sekadar daftar tanggal dan kejadian. Biography Tapi masukin rasa, perjuangan, konflik, dan momen-momen kecil yang bikin tokoh itu manusiawi.
Bagian 2: Kesalahan Fatal Pertamaku dalam Menulis Biografi
Waktu aku dapet job freelance kecil-kecilan buat nulis biografi pengusaha lokal, aku semangat banget. Ini kayak kesempatan emas buat ngetes kemampuan aku soal cara menulis biografi yang bener-bener bisa dijual. Tapi, ya ampun, hasilnya kacau balau.
Kesalahan pertama aku? Aku terlalu fokus nyalin data. Semua pencapaian si tokoh aku tulis kayak laporan pajak—kering, datar, dan jujur aja, ngebosenin. Padahal waktu tirto.id wawancara, beliau cerita hal-hal keren kayak gimana dulu pernah jualan koran waktu SD, atau waktu ditipu rekan bisnisnya sampai bangkrut. Tapi semua itu malah aku skip karena “nggak penting”.
Di situlah aku sadar, cara menulis biografi yang menarik justru ada di detail-detail kayak gitu. Pembaca nggak cuma pengen tahu si tokoh sukses, tapi pengen tahu gimana dia bangkit waktu jatuh. Kita semua relate sama kegagalan dan perjuangan, kan?
Jadi mulai saat itu, aku ubah pendekatanku. Nggak cuma nulis “togelon“, tapi juga “gimana perasaannya” dan “kenapa itu penting”.
Bagian 3: Gaya Bahasa yang Menghidupkan Karakter
Satu lagi yang krusial dalam cara menulis biografi: gaya bahasa. Ini nih yang sering diremehkan. Banyak orang nulis biografi dengan bahasa yang terlalu baku, terlalu formal, atau malah terlalu teknis. Akibatnya, bukannya inspiratif, malah jadi textbook.
Aku sendiri mulai bereksperimen pakai gaya bercerita. Aku coba masuk ke kepala tokohnya, nulis seolah-olah aku yang ngalamin. Misalnya, waktu nulis tentang guru yang mengajar di pelosok, aku nulis:
“Setiap pagi, dia bangun saat kabut masih menggantung di jendela. Sarapan seadanya—nasi dingin sisa semalam dan segelas teh tanpa gula. Tapi senyum anak-anak di kelas jadi tenaga yang lebih kuat dari kopi.”
Dengan pendekatan kayak gini, cara menulis biografi jadi jauh lebih hidup. Pembaca bisa ngerasain suasananya, ngebayangin perjuangannya. Nggak cuma membaca, tapi ikut mengalami.
Tapi tentu aja ini butuh latihan. Aku sering baca ulang tulisanku sendiri dan mikir, “Kalau ini aku baca di blog orang, aku bakal lanjut baca nggak ya?” Kalau jawabannya nggak, ya aku edit lagi.
Bagian 4: Riset Itu Segalanya
Nggak bisa dimungkiri, dalam cara menulis biografi, riset itu pondasi utama. Tapi riset bukan cuma soal cari tanggal lahir dan nama sekolah. Yang penting justru detail-detail kecil yang personal.
Aku biasa mulai dari wawancara—kalau tokohnya masih hidup. Dan kalau enggak, aku cari orang-orang terdekatnya. Pertanyaan yang aku ajukan juga bukan cuma “apa yang terjadi?” tapi “apa yang paling membekas?” atau “momen apa yang mengubah hidup dia?”
Pernah waktu aku nulis tentang seorang ibu rumah tangga yang akhirnya jadi penulis buku anak-anak, aku tanya, “Kenapa nulis buku anak?” Ternyata jawabannya karena dulu waktu kecil dia nggak punya uang buat beli buku. Jadi sekarang dia pengen anak-anak di kampungnya bisa baca gratis. Gila, itu menyentuh banget.
Itu sebabnya cara menulis biografi yang menyentuh harus berangkat dari empati. Nggak cuma nulis fakta, tapi masuk ke dalam sepatu tokohnya. Bikin pembaca peduli, itu tujuannya.
Bagian 5: Struktur yang Bikin Pembaca Betah
Setelah beberapa kali trial and error, aku nemuin bahwa struktur juga punya pengaruh besar dalam cara menulis biografi yang menarik. Banyak orang salah kaprah, mikir struktur biografi harus kronologis mutlak. Padahal, kadang justru menarik kalau kita mulai dari tengah, dari konflik, dari sesuatu yang bikin pembaca langsung terlibat.
Misalnya, aku pernah mulai tulisan biografi dari adegan si tokoh diadili gara-gara utang ratusan juta. Terus baru mundur, ngebahas masa kecilnya, perjuangannya, dan akhirnya sampai ke titik bangkitnya. Jadi pembaca penasaran, “Lho, kok bisa sampai ke sana?”
Intinya, cara menulis biografi itu kayak nulis novel. Kita bikin struktur yang punya tensi, konflik, dan resolusi. Kalau bisa ada cliffhanger dikit, malah bagus. Bikin pembaca nggak pengen berhenti baca.
Bagian 6: Editing, Bagian yang Paling Nggak Enak Tapi Penting Banget
Nah, ini bagian yang paling aku malesin tapi harus banget dikerjain: editing. Dalam proses cara menulis biografi, edit itu bukan cuma typo. Tapi mikir ulang, apa kalimat ini udah menyampaikan emosi? Apakah bagian ini terlalu panjang? Apa pembaca bakal ngerti maksudku?
Aku punya kebiasaan aneh: setelah nulis, aku baca keras-keras. Iya, kayak orang latihan drama. Karena kadang tulisan yang kita rasa bagus ternyata terdengar kaku waktu diucapkan. Ini bantu banget buat ngasah flow tulisan.
Kadang juga aku minta pendapat orang lain—teman, istri, bahkan keponakan. Aku tanya, “Bagian mana yang paling kamu suka?” dan “Bagian mana yang bikin kamu bosen?” Dari situ, aku tahu harus ngapain.
So, cara menulis biografi itu nggak selesai pas titik terakhir ditulis. Justru itu baru setengah jalan. Sisanya adalah merapikan, memotong, dan memperkuat.
Bagian 7: Membuat Biografi yang Menginspirasi, Bukan Cuma Menginformasikan
Terakhir tapi paling penting: cara menulis biografi yang inspiratif. Karena jujur aja, banyak biografi yang isinya cuma data doang. Oke, kita tahu dia lahir tahun segini, sekolah di sini, kerja di situ. Tapi nggak ada yang bikin kita merasa terhubung.
Padahal biografi yang bagus itu harus punya “jiwa”. Harus bikin pembaca mikir, “Kalau dia bisa, mungkin aku juga bisa.” Bukan karena si tokoh itu sempurna, tapi justru karena dia juga pernah jatuh, pernah gagal, pernah salah ambil keputusan.
Aku inget banget satu tulisan yang paling banyak dibagikan dari blog-ku—tentang mantan pemulung yang sekarang jadi pemilik bisnis daur ulang. Banyak orang yang DM cuma buat bilang, “Aku jadi semangat lagi setelah baca ini.” Itu rasanya luar biasa.
Dan itulah kenapa cara menulis biografi yang baik nggak cuma fokus pada fakta, tapi juga efeknya ke pembaca. Kalau bisa bikin orang ketawa, nangis, atau mikir ulang tentang hidup mereka sendiri—berarti kamu udah berhasil.
Penutup: Jangan Takut Mulai, Semua Bisa Belajar
Kalau kamu masih mikir, “Tapi aku nggak bisa nulis sebagus itu,” tenang. Aku juga dulunya nulis kayak buku laporan harian kok. Tapi makin sering latihan, makin kerasa bedanya. Nulis itu kayak otot, makin sering dipakai makin kuat.
Jadi, kalau kamu pengen belajar cara menulis biografi, mulailah dari orang terdekat. Tulis tentang nenekmu, tentang teman SMA yang dulu suka bolos tapi sekarang sukses, atau bahkan tentang dirimu sendiri. Nggak usah langsung bagus, yang penting mulai dulu.
Dan inget, pembaca itu bisa ngerasain ketulusan. Jadi jangan takut nulis dengan hati. Karena kadang, satu cerita sederhana bisa mengubah hidup seseorang.
Kalau kamu punya pertanyaan soal proses atau pengen baca contoh tulisan biografi yang udah aku buat, tinggal komen aja ya. Atau kalau kamu punya cerita orang yang layak diangkat, aku juga tertarik banget buat bantu nulis. Siapa tahu bisa jadi proyek bareng!
Baca Juga Artikel Ini: Tan Malaka: Forgotten Revolusioner dan Pemikir Politik 1945