Ada satu aroma Bakpia Kukus yang selalu mengingatkanku pada perjalanan ke Yogyakarta — aroma manis lembut yang keluar dari kotak kecil berisi kue hangat: Bakpia Kukus.
Dulu, setiap kali teman atau kerabat pulang dari Yogya, oleh-oleh yang selalu dinantikan bukan batik atau gantungan kunci Malioboro, tapi bakpia. Namun, sekarang zaman sudah berubah. Dari yang dulu dipanggang hingga garing di luar dan lembut di dalam, kini ada inovasi baru yang membuatku jatuh cinta lagi pada kuliner klasik ini — Bakpia Kukus, versi modern dari penganan legendaris yang lahir di kota pelajar itu.
Awal Perkenalanku dengan Bakpia Kukus
Perkenalanku dengan bakpia sebenarnya sudah lama. Sejak kecil, aku sering melihat orang tuaku membuka kotak kardus berisi tumpukan bakpia isi kacang hijau, yang biasanya agak berminyak dan beraroma khas. Tapi suatu hari, saat sedang menunggu kereta di Stasiun Tugu, mataku tertuju pada etalase toko oleh-oleh modern dengan tulisan besar: “Bakpia Kukus – Oleh-oleh Baru Yogyakarta”.
Rasa penasaranku memuncak. Bakpia? Dikukus? Bukankah bakpia itu seharusnya dipanggang? Tanpa berpikir panjang, aku pun membeli satu kotak varian rasa cokelat keju. Begitu kubuka kotaknya, aroma lembut susu dan cokelat langsung menyapa. Bentuknya pun berbeda — lebih modern, lembut, dan mirip bolu mini Halodoc.
Ketika kue mungil itu menyentuh lidahku untuk pertama kali, aku langsung paham kenapa banyak orang mulai beralih. Teksturnya sangat empuk, manisnya pas, dan tidak seret seperti bakpia panggang tradisional. Ada sensasi hangat dan lembut yang membuatku merasa seperti makan kue kukus ala rumahan, tapi tetap membawa rasa khas bakpia yang sudah begitu melekat di ingatanku.
Sejarah dan Evolusi Bakpia: Dari Tionghoa hingga Modernitas
Untuk benar-benar memahami kenapa Bakpia Kukus begitu menarik, aku sempat menelusuri sedikit tentang sejarah bakpia itu sendiri. Ternyata, bakpia berasal dari bahasa Hokkian “pi’a” yang berarti kue atau roti, dan awalnya merupakan adaptasi dari kue tradisional Tionghoa berisi kacang hijau manis.
Masuk ke Yogyakarta sekitar tahun 1940-an, kue ini mulai dikenal dengan nama Bakpia Pathok, merujuk pada daerah asal pembuatannya — Kampung Pathok, yang kini menjadi ikon oleh-oleh khas Yogyakarta.
Dulu, bakpia dibuat dengan cara dipanggang menggunakan tungku tanah liat, dan kulitnya menggunakan campuran tepung terigu dan minyak nabati. Teksturnya renyah di luar dan agak padat di dalam. Tapi seiring waktu, generasi muda mulai mencari cita rasa yang lebih lembut, praktis, dan kekinian. Dari sinilah muncul ide untuk membuat bakpia versi kukus, yang lebih moist, lembut, dan tahan lebih lama.
Bakpia Kukus lahir sebagai bentuk penghormatan sekaligus inovasi. Ia tetap membawa roh klasik dari bakpia, tapi dikemas dalam sentuhan modern — baik dari rasa, tampilan, hingga cara penyajian.
Perbedaan Mendasar antara Bakpia Kukus dan Bakpia Panggang
Ketika aku mulai membandingkan dua versi bakpia ini, ternyata ada banyak perbedaan menarik yang membuat keduanya punya penggemar masing-masing.
Aspek | Bakpia Panggang | Bakpia Kukus |
---|---|---|
Tekstur | Renyah di luar, agak padat di dalam | Lembut, moist, dan empuk seperti bolu |
Proses Pembuatan | Dipanggang dalam oven tradisional | Dimasak dengan cara dikukus |
Daya Tahan | Bisa bertahan hingga 7 hari | Biasanya 3–5 hari karena tanpa bahan pengawet |
Rasa Dominan | Aroma panggang dan kacang hijau klasik | Lebih manis dan variatif (cokelat, keju, matcha, dll.) |
Kemasan | Sederhana, sering kali kertas minyak atau kardus biasa | Modern, higienis, dengan desain kekinian |
Ketika pertama kali mencicipinya, aku langsung sadar bahwa Bakpia Kukus bukan hanya soal tekstur atau rasa, tapi soal pengalaman. Ada kehangatan yang terasa seperti memadukan tradisi lama dengan kemewahan modern.
Proses Pembuatan Bakpia Kukus yang Menarik
Sebagai seseorang yang suka bereksperimen di dapur, aku pernah mencoba membuat Bakpia Kukus sendiri di rumah.
Bahan dasarnya sederhana — tepung terigu, gula, susu, ragi, dan isian seperti kacang hijau, cokelat, atau keju. Tapi yang membuat proses ini menarik adalah teknik mengukusnya.
Setelah adonan mengembang sempurna, lapisan isian dimasukkan di tengah dan dibungkus kembali dengan adonan lembut. Lalu semuanya dimasukkan ke dalam kukusan selama sekitar 15 menit. Aroma harum mulai keluar dari celah tutup kukusan — campuran susu, tepung, dan mentega yang bikin dapur terasa seperti toko kue di tengah Malioboro.
Saat matang, teksturnya terasa seperti roti lembut dengan kejutan manis di tengah. Aku baru paham, rahasia dari Bakpia Kukus bukan hanya pada bahan, tapi juga pada kesabaran dan detail dalam proses mengukus. Tidak boleh terlalu lama agar tidak lembek, tapi juga tidak boleh kurang matang karena isiannya bisa pecah.
Ragam Rasa Bakpia Kukus yang Menggoda
Salah satu daya tarik utama Bakpia Kukus adalah variasi rasanya. Jika dulu bakpia hanya dikenal dengan isi kacang hijau, kini ada lebih dari sepuluh varian rasa yang bikin siapapun ingin mencoba semuanya.
Beberapa rasa favoritku antara lain:
Cokelat Original – rasa klasik yang manis lembut, cocok untuk pencinta cokelat susu.
Keju – perpaduan gurih dan lembut yang sempurna, terutama saat masih hangat.
Matcha (Teh Hijau) – punya aroma khas dan sedikit pahit yang menambah kedalaman rasa.
Kacang Hijau Premium – tetap mempertahankan cita rasa tradisional, tapi dengan tekstur halus dan manis yang seimbang.
Tiramisu – varian modern yang cocok untuk penikmat kopi dan dessert.
Bahkan beberapa toko di Yogyakarta kini menambahkan varian musiman seperti durian, stroberi, hingga cookies & cream. Setiap rasa membawa karakter berbeda, dan itulah yang membuat Bakpia Kukus tidak pernah membosankan.
Brand Ternama dan Fenomena Bakpia Kukus Jogja
Salah satu yang paling populer tentu saja adalah Bakpia Kukus Tugu Jogja. Produk ini begitu viral di media sosial sejak pertama kali diluncurkan. Dengan kemasan modern berwarna cerah dan tagline “Lembutnya Nampol”, bakpia ini menjadi oleh-oleh yang wajib dibeli wisatawan.
Aku masih ingat saat pertama kali melihat antrean panjang di toko resminya di Jalan Kaliurang. Orang-orang rela menunggu demi membawa pulang beberapa kotak. Tak hanya wisatawan lokal, bahkan turis dari luar negeri pun penasaran.
Bakpia Kukus Tugu Jogja berhasil memadukan rasa, tampilan, dan strategi pemasaran yang kekinian. Mereka juga memanfaatkan media sosial dengan baik — membuat foto-foto estetik, membagikan momen pembuatannya, hingga menonjolkan identitas Jogja yang modern tapi tetap berakar pada tradisi.
Namun, selain merek itu, ada juga beberapa produsen lain seperti Bakpia Kukus Kotabaru, Bakpia Kukus Premium, dan Bakpia Kukus Djogja Istimewa yang menawarkan cita rasa unik masing-masing. Semua bersaing dalam hal kualitas bahan, kelembutan tekstur, dan inovasi rasa.
Bakpia Kukus sebagai Simbol Transformasi Kuliner Lokal
Ketika aku memikirkan lebih dalam, Bakpia Kukus bukan hanya sekadar makanan, tapi juga cermin perubahan zaman.
Kita hidup di era di mana tradisi dan inovasi berjalan berdampingan. Orang-orang muda ingin menghormati resep nenek moyang, tapi juga ingin menambahkan sentuhan kreatif mereka sendiri.
Bakpia Kukus membuktikan bahwa inovasi tidak selalu berarti melupakan akar budaya. Sebaliknya, ia bisa menjadi bentuk penghargaan baru terhadap warisan lama.
Yogyakarta, kota yang selalu dikenal karena kebijaksanaan tradisi dan kreativitas anak mudanya, menemukan simbol baru melalui kue ke
Baca fakta seputar : Culinery
Baca artikel menarik tentang : Ayam Bumbu Rujak: Resep Andalanku yang Selalu Bikin Nagih!